Stres adalah respon non spesifik terhadap setiap faktor yang mengancam tubuh untuk mengatasi dan mempertahankan kemampuan tubuh dalam proses homeostasis. Diantara faktor penginduksi respons stres seperti fisik (trauma, panas, atau dingin ekstrem), kimia(penurunan oksigen atau kadar asam basa tidak seimbang), fisiologis (olahraga berat dan nyeri), dan yang paling sering disebabkan oleh faktor psikologis (rasa takut, sedih, cemas) dan sosial (konflik dan gaya hidup). Ketika stres, orang-orang cenderung kehilangan semangat hidup tak terkecuali nafsu makan mereka. Namun ada sebagian orang justru mengalami kenaikan nafsu makan ketika dilanda stres. Sebenarnya apa yang terjadi? Mengapa respon kita terhadap stres berbeda satu sama lain?
Stres
dapat dibagi menjadi 2. Yang pertama adalah acute
stress yaitu stres yang bersifat sementara. Yang kedua adalah chronic stress, yaitu stres yang
berkelanjutan dan berefek luar biasa dalam kehidupan seseorang. Selama periode stress
akut, bagian kelenjar adrenal
mengeluarkan semacam hormon stres yaitu epineprin dan noraepineprin. Hormon-hormon
ini merangsang mekanisme fight to fight yaitu
peningkatan detak jantung, laju pernafasan, pemecahan karbohidrat dan lemak,
serta tekanan darah. Secara bersamaan tubuh juga memperlambat proses fisiologis
seperti aliran darah ke saluran pencernaan, nafsu makan, dan asupan makanan. Makanya
pada orang yang mengalami stres akut, nafsu makan mereka cenderung berkurang. Ketika
pemicu stres sudah hilang, tubuh dan pikiran akan kembali tenang.
Baca juga: Benarkah Nyamuk Lebih Suka Golongan Darah O?
Berbeda
dengan acute stress,pada chronic stress, hipotalamus otak
merangsang kelenjar pituitari untuk mengirim hormon ACTH pada korteks adrenal
yang kemudian memproduksi hormon kortisol. Jadi, stres kronik memicu
peningkatan hormon kortisol yang biasanya meningkat ketika kita makan dipagi
hari (ini berarti memicu nafsu makan). Hormon kortisol berperan dalam
penyimpanan lemak pada tubuh. Hormon kortisol yang meningkat juga menyebabkan
peningkatan produksi hormon insulin. Hormon insulin menghambat proses pemecahan
senyawa trigliserida yang berakibat dalam peningkatan penyimpanan lemak. Dapat disimpulkan
stres kronik menyebabkan penyimpanan lemak berlebih didukung dengan perubahan
emosional yang dapat membuat penderita stres mengkonsumsi makanan jauh lebih
banyak lagi.
Jadi
sekarang kalian sedang ditahap apa nih? Aku berharap kalian baik-baik saja
dimanapun kalian berada dan di situasi apapun. Menceritakan apapun masalah
kalian kepada orang terdekat akan sangat membantu dibandingkan memendamnya
sendiri.
Sumber:
Habhab, S., Sheldon, J. P., & Loeb, R. C. (2009). The relationship
between stress, dietary restraint, and food preferences in women. Appetite, 52(2),
437-444.
Sherwood,
L. 2013. Introduction to Human Physiology. Yolanda Cossio.
Tahir, U. (2016). Stress and eating behaviour. Adv Obes Weight
Manag Control, 4(4), 101-105.
Comments
Post a Comment