Tahukah anda, ternyata penggunaan antibiotik pengobatan luka sudah dilakukan berabad tahun yang lalu. Para ahli mempelajari bahwa masyarakat Mesir , Cina, Yunani, dan Romawi menggunakan roti yang sudah berjamur dan kotoran tertentu untuk mengobati luka. Alasan mereka menerapkan metode ini baru terjawab hingga pada tahun 1800an ketika ilmu pengetahuan terkait mikroba berkembang pesat. Hal ini berarti roti dan kotoran yang digunakan kemungkinan juga mengandung antibiotik yang dapat membunuh kuman. Untuk penjelasan lebih lengkapnya mari simak penjelasan dibawah ini.
1. Sejarah penggunaan roti berjamur dan penemuan antibiotik pertama
Dilansir website stemside, pada zaman dulu,
pengobatan tradisional dengan tumbuhan, madu, dan kotoran hewan digunakan untuk
mengobati luka yang infeksi. Para ahli juga menemukan antibiotik sejenis
tetrasiklin pada kerangka manusia berusia 1500 tahun di Mesir. Hal ini
memungkinkan bahwa orang-orang pada zaman itu sudah mengkonsumsi tetrasiklin
didalam makanan mereka. Selain itu mereka juga menggunakan roti berjamur yang
ternyata jamur tersebut mengandung zat antimikroba yang bertanggung jawab untuk
mengobati infeksi. Penggunaan roti berjamur cukup efektif untuk mengobati
pasien yang mengalami luka. Pengertian antimikroba dan antibiotik sendiri tidak
jauh berbeda. Antimikroba adalah zat alami atau sintesis untuk melawan mikroba.
Sedangkan antibiotik adalah zat yang diproduksi suatu mikroorganisme untuk
menghambat atau membunuh organisme lain. Semua antibiotik adalah antimikroba.
Pengetahuan tentang mikroorganisme penyebab
penyakit berserta zat antimikroba ini tidak dimiliki oleh orang-orang pada
zaman tersebut hingga pada abad ke 19 berkembang ilmu pengetahuan terkait
mikroba. Dimulai dengan penemuan mikroskrop oleh Antoine van Leeuwenhoek untuk
mengamati makhluk mikroskopis. Lalu Louis Pasteur menciptakan Germ Theory dimana kuman(mikroba)
bertanggung jawab atas penyakit menular. Dilanjutkan oleh Robert Koch yang
mengidentifikasi mikroba yang bertanggung jawab menyebabkan penyakit pada
manusia seperti antraks, kolera dan TBC yang dinamakan patogen. Setelah itu
mulailah para ahli mengembangkan kemoterapi spesifik yang dapat membunuh
pathogen tersebut.
Rudolf Emmerich dan Oscar Low lalu menemukan antibotik pertama dari bakteri Pseudomonas aeruginosa yang dapat membunuh bakteri penyebab antraks (Bacillus antraks). Tetapi penggunaan antibotik dari bakteri ini menimbulkan masalah toksisitas yang lain karena Pseudomonas aeruginosa adalah bakteri patogen. Di sisi lain Paul Ehrlich menemukan Salvarsan sebagai antimikroba yang digunakan untuk mengobati penyakit sifilis oleh treponema pallidum.
2. Penemuan antibiotik pada jamur oleh Alexander Flemming
Dilansir website askabiologist, Alexander
Flemming adalah seorang ahli asal Scotlandia. Beliau sangat tertarik dengan
penelitian bakteri yang menyebabkan infeksi. Dia bekerja di pangkalan militer
selama perang dunia 1. Waktu itu, dia melihat banyak tentara yang meninggal
dikarenakan infeksi dari luka yang mereka dapatkan. Akhirnya dia melakukan
penelitian terkait senyawa yang dapat membunuh bakteri patogen. Setelah waktu
panjang, dia memutuskan untuk beristirahat dan mengambil cuti. Sebelum pergi,
dia meninggalkan petri dish yang tidak ditutup berisi bakteri didalamnya (Staphylococcus aureus).
Ketika kembali dari istirahatnya, dia melihat
ada jamur bewarna hijau kebiruan seperti jamur pada roti yang basi tumbuh di
cawan petri. Dia memperhatikan bahwa bakteri tidak mampu tumbuh disekitar jamur
tersebut. Sampel jamur tersebut kemudian diambil untuk dicari tahu mengapa
bakteri tidak mampu tumbuh didekatnya. Akhirnya ditemukan alasannya bahwa jamur
ini termasuk kedalam spesies Penicillum
notatum, dan zat yang dihasilkan oleh jamur ini dapat menghancurkan bakteri
penginfeksi. Zat ini kemudian diberi nama penicillin sekaligus antibiotik pertama
yang diproduksi.
Antibiotik memang telah ditemukan pada saat itu, namun dibutuhkan sekitar 10 tahun untuk mengekstraksi penicillin dalam jumlah besar sehingga cukup untuk mengobati infeksi. Penicillin akhirnya mampu diproduksi dalam skala besar saat perang dunia ke dua. Antibiotik yang diproduksi ini mampu menyelamatkan ribuan nyawa prajurit perang.
3. Perkembangan antibiotik di zaman modern
Masalah baru yang muncul setelah penggunaan
antibiotik secara luas adalah resistensi. Resistensi adalah tidak terhambatnya
pertumbuhan bakteri dengan pemberian antibiotik karena genetika bakteri telah
mengalami mutasi sehingga efektivitas antibiotik terhadap bakteri pathogen
berkurang bahkan tidak sama sekali. Dilansir website NCBI, penggunaan
penicillin menyebabkan resistensi bakteri pathogen seperti Enterobacteriaceae,
tidak hanya dengan penicillin asli namun juga dengan penisilin semi sintetik,
sefalosporin, dan karbapenem yang lebih baru.
Akibatnya kematian akibat infeksi bakteri yang telah resisten terhadap
beberapa obat menjadi cukup tinggi. Misalnya lebih dari 63000 pasien di Amerika
Serikat meninggal setiap tahun akibat infeksi bakteri yang didapat dari rumah
sakit. Biaya perawatan kesehatan hanya untuk mengobati infeksi dari bakteri
resisten terhadap antibiotik juga ikut meningkat.
Resistensi bakteri pathogen ini membuat
peneliti melihat kemungkinan modifikasi pada antimikroba atau antibiotik yang
sudah ada dengan meningkatkan aktivitas, mengurangi sensitivitas terhadap
mekanisme resistensi, dan juga mengurangi toksisitas zat. Selain itu peneliti
memanfaatkan keanekaragaman antimikroba baru dengan eksplorasi relung ekolologi
selain tanah, seperti lingkunan laut. Dan terakhir memanfaatkan peptida dan
senyawa antimikroba alami dari hewan dan tumbuhan, sintesis lipopolipeptida,
dan pendekatan metagenomik pada mikrobiota yang tidak dibudidayakan.
Penemuan oleh nenek moyang dan para ahli menghasilkan kemajuan ilmu pengetahuan yang luar biasa. Tentu saja penelitian mengenai antimikroba dan antibiotik ini akan terus berlanjut terutama untuk mengatasi masalah resistensi bakteri yang terus menghantui dunia pengobatan medis. Untuk teman-teman yang masih sering tidak meminum obat dari dokter hingga habis, mulai saat ini ubahlah kebiasaan tersebut. Konsumsi antibiotik yang tidak habis sesuai anjuran dokter dapat menyebabkan bakteri pathogen tidak mati seluruhnya bahkan akan menyebabkan resistensi bagi bakteri itu sendiri sehingga pemakaian obat tidak akan efektif lagi bagi tubuh kita.
Baca juga:Dampak Positif Kebakaran Hutan pada Kawasan Bromo
Sumber:
Alnaimat, S., Alharbi, N. S., Alharbi, S. A., Salmen, S. H., Chinnathambi, A., Al-Johny, B. O., & Wainwright, M. (2015). Mycelium of fungi isolated from mouldy foods inhibits Staphylococcus aureus including MRSA–A rationale for the re-introduction of mycotherapy?. Saudi Journal of Biological Sciences, 22(5), 600-603.
Aminov, R. I. (2010). A brief history of the antibiotic era: lessons learned and challenges for the future. Frontiers in microbiology, 1, 134.
Ask a Biologist. A Brief History of Antibiotics. Diakses tanggal 5 November 2023. Dari https://askabiologist.asu.edu/explore/antibiotics-bacteria
Bio Based
Press. Chemistry vs antibiotics,#15. Historic Antibacterial Agents. Diakses
tanggal 5 November 2023. Dari https://www.biobasedpress.eu/2021/05/chemistry-vs-antibiotics-15-historic-antibacterial-agents/?_x_tr_sl=en&_x_tr_tl=id&_x_tr_hl=id&_x_tr_pto=tc
Khan,
Ambar. Antimicrobials from Ancient Mouldy Bread to Modern Antibiotics. Diakses
tanggal 5 November 2023. Dari https://www.stemside.co.uk/post/antimicrobials-from-ancient-mouldy-bread-to-modern-antibiotics
Comments
Post a Comment